PortalNusa.id— Hima Persis kota Cimahi beri catatan kritis sebagai kado istimewa hut ke 22 Cimahi kepada Pemerintah kota Cimahi
Ketua Himpunan Mahasiswa Persis Kota Cimahi, Muhammad Lutfi mengungkapkan sejatinya hari jadi ke 22 kota Cimahi itu mesti menjadi refleksi-kritis dan evaluasi tentang kinerja Pemerintah kota Cimahi.
“Cimahi itu kan, awalmulanya dikenal daerah oleh wasilah Dandeals bikin jalan Anyer-Panarukan, yang memakan korban 12.000 buruh. Ngeri itu sampe keluar keringat, air mata dan darah. Nah itu mesti jadi refleksi-kritis Pemkot Cimahi, bahwa Cimahi mesti jadi kota yang memihak terhadap rakyat, merasakan denyut derita rakyat dan memberikan hak warga negara yang diamanatkan oleh UUD 1945,” tuturnya kepada PortalNusa pada Rabu (21/06/2023).
Lutfi bersama kawan-kawannya di Hima Persis Cimahi telah merangkum berbagai isu strtageis yang menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan oleh Pemerintah kota Cimahi.
- Pengangguran
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Cimahi memiliki Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi di Jawa Barat yakni; 13,07% (38.193 orang) per Agustus 2021, dan per Februari 2023 menjadi 10,7 % (38.193 orang) Padahal berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi, jumlah perusahaan atau pabrik sebanyak 318 unit (tentu data itu dalam konteks limbah dan perusahaan yang terdaftar untuk diawasi) setara dengan jumlah rw yang mencapai 312 RW.
M. Lutfi, mengatakan bahwa fakta pengangguran tersebut merupakan pekerjaan rumah yang mesti dientaskan. Karena menurutnya, pengangguran tersebut bisa mempertambah angka kemiskinan Cimahi.
“ Pengangguran tuh masalah serius. Di tengah zaman kapitalisme kayak gini, cara mendapatkan kebutuhan material (disadari atau tidak, mau atau tidak mau, terpaksa atau tidak) ya dengan terlibat dalam produksi, sirkulasi, dan konsumsi komoditas. Sebab tanpa menukarkan tenaga kerja sendiri, kita nggak bisa mendapatkan cuan, dan tanpa cuan kita gagal mengakses kebutuhan material,” ujarnya.
Aktivis Hima Persis itu menguraikan bahwa untuk menyusutkan pengangguran di cimahi mestilah dibuat regulasi dan political wiil yang mengatur bahwa Industri di Cimahi mesti me redistribusi tenaga kerja dari SDM Cimahi.
“Untuk mengurai masalah ini kan perlu regulasi sama political will dari Pemkot. Kalau udah ada political will, kan tinggal atur aja bahwa industri di Cimahi mesti redistribusi tenaga kerjanya dari SDM-SDM di Cimahi,” jelasnya.
2. Kemiskinan
Angka kemiskinan Cimahi berdasarkan BPS menunjukkan sebanyak 32.480 (32,48 %) Jiwa di Cimahi tergolong kepada penduduk miskin, pada tahun 2021. Hal itu menurutnya, karena efek domino covid, dan upaya pemulihan ekonomi tersebut mesti digalakkan pemerintah.
“Ya kalau rujuk data BPS tahun 2021 kan, efek domino dari covid. Jadi, perlu ada pemulihan ekonomi yang dibangun secara inklusif dan holistik juga. Sehingga kelas kelompok rentan miskin, dan miskin bisa mengakses kebutuhannya, dan ikut pulih kembali,” katanya.
3. Stunting
Jika ditengok dalam data. angka stunting Cimahi tahun 2021 prevalensinya 19,9 persen dan pada tahun 2022 menurun menjadi 16,4 persen, akan tetapi itu belum mencapai target nasional yang mematok 14 persen.
Menurutnya prevalensi stunting Cimahi tersebut juga efek dari angka kemiskinan yang cukup besar, karena kemiskinan memutuskan akses kebutuhan gizi dan sianitas yang baik.
“Problem stunting tuh efek dari kemiskinan juga. Karena kalau kata sejarawan asal Belanda, Rutger Bregman mah, kemiskinan bukan karena karakter yang buruk, melainkan karena keterbatasan uang. Kalau orang sudah terbatas uangnya, akan terbatas juga akses pemenuhan kebutuhan materialnya dan itu berimbas kepada pemenuhan gizi baik dan sanitasi yang layak,” jelasnya.
4. Tiga walikota Cimahi korupsi
Dapat diketahui bahwa tiga walikota Cimahi tersandung korupsi, diantaranya Ajay Muhammad Priatna (walikota Cimahi periode 2017-2022 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Kemudian Atty Suharti Tochija Wali Kota Cimahi periode 2012-2017 dari Partai Golkar, Itoc Tochija ( Walikota Cimahi periode 2002-2012 dari partai Golkar.
Peristiwa kelam tersebut, menurutnya dilatarbelakangi juga oleh kaderisasi partai yang belum siginifikan dan menghasilakan kualitas pemimpin yang berintegritas.
“Kasus korupsi tiga walikota tersebut kan mesti jadi bahan koreksi reflektig parpol. Karena bisa saja itu dimulai oleh kegagalan kaderisasi partai dalam mencalonkan kadernya. Maka parpol tuh mesti selektif, bukan hanya mementingkan elektabilitas, kekuatan modal, dan menihilkan aspek penguatan etis, nilai, ideologis bagi para petugas partainya,” pungkasnya.
Discussion about this post