Ada yang menyambut dengan antusias, dan merasa harus berjibaku, turut bertanggung jawab, dari sikap para pendidik di lapangan saat disodorkan Kurikulum Merdeka oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim. Ada pula yang pesimistik dan malah apriori. Semua pendapat yang disampaikan para pendidik, patut dianalisis, dirumuskan, dan menjadi masukan untuk pelaksanaan Kurikulum Merdeka, yang setuju tak setuju, mau tak mau, telah dijalankan sejak tahun anggaran 2022/2023. Perkara paska Pemilu 2024 ganti Menteri Pendidikan akan ganti kurikulum lagi, itu adalah perkara lain di depan. Kini, yang nampak adalah Kurikulum Merdeka, perlu disikapi dengan mempelajarinya, menganalisisnya, dan tentu melaksanakannya, karena sudah menjadi aturan yang harus dijalankan oleh semua satuan pendidikan.
Rina Indrawaty, Kepala SD BPI Bandung berpendapat, yang utama adalah para guru, harus inovatif dan mau keluar dari Zona Nyaman yang selama ini dinikmati para guru (ASN), setelah terutama, turunnya dana tunjangan dan kenaikan gaji. Berikut tuturan Rina kepada Doddi Ahmad Fauji dari portalnusa.id – jurdik.id dalam kesempatan wawancara virtual dan maraton untuk Dialog kali ini.
Bagaimana Anda memaknai Kurikulum Merdeka?
Sesuai dengan yang Mas Nadiem sampaikan, bahwa Kurikulum Merdeka tujuannya untuk percepatan pemulihan pembelajaran setelah pendidikan terdampak pandemik covid19, saya memaknai kurikulum ini sebagai salah satu solusi yang harus kita tempuh, agar masalah-masalah kemunduran dalam dunia pendidikan dapat teratasi. Oleh karena itu, saya mengajak kepada guru-guru, mari kita berkontribusi dan berkolaborasi untuk memecahkan permasalahan pendidikan di negara ini, dengan cara mempelajari, memahahami, dan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka itu secara optimal.
Apa kelebihan dan atau kekurangan dari Kurikulum Merdeka, bila dibandingkan Kurtilas?
Kelebihan dari kurikulum Merdeka adalah:
Pertama, adanya asesmen diagnostik yang dilakukan secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik.
Kedua, adanya waktu pembelajaran yang ditetapkan pertahun, sehingga pengaturan pembelajaran lebih fleksibel disesuaikan dengan karakter siswa dan lingkungan belajar.
Ketiga, pada kelas XI siswa dapat menentukan mata pelajaran pilihan sesuai minat dan bakat.
Kekurangan dari Kurikulum Merdeka adalah: Kurikulum ini masih perlu dilakukan pengkajian dan evaluasi yang lebih mendalam, agar efektif dan tepat dalam penerapannya.
Kendala apa yang segera terasa dan tampak di lapangan saat menjalankan Kurmed?
Kurikulum merdeka yang terhitung masih baru, sosialisasi, pendampingan yang relatif singkat, membuat pemahaman guru-guru yang mengimplementasikannya belum “ajeg”.
Apakah perlu diadakan pelatihan atau bimtek besar-besaran seperti Kurtilas, para guru digiring ke hotel, tapi belum juga terpahami benar Kurtilas, itu kurikulum menemukan jalan buntu.
Pelatihan dan bimtek diperlukan agar guru-guru dapat memahami dan dapat mengimplementasikan kurikulum dengan baik, tidak selalu harus di hotel. Namun yang terpenting adalah pendampingan di lapangan secara intensif dari fasilitator, guru penggerak, dan sekolah penggerak kepada guru-guru.
Tujuan Kurikulum Merdeka, bila melihat dari juklak (tanya jawab), bertumpu pada kemerdekaan siswa dalam mengembangkan kreasi untuk belajar. Bagaimana pendidik memaknainya supaya tujuan tersebut tercapai?
Kunci utama untuk memaknainya adalah motivasi untuk mau berubah dan berani berinovasi untuk para pendidik.
Apapun kurikulum dan tujuannya, kalau gurunya selalu berada di zona nyaman akan sulit tercapai. Sekolah harus memfasilitasi guru-gurunya menambah kompetensi, terutama pada motode mengajar yang bervariasi dan interaktif.
Apa karena sudah lebih baiknya kesejahteraan para guru sekarang, dibanding jaman sebelum reformasi, sehingga banyak guru ASN yang seakan ingin berdiam di zona nyaman?
Nah, yang dinikmati para guru (ASN) saya tidak setuju seluruhnya, karena guru-guru banyak yang non- ASN pun dan mendapat sertifikasi, dan banyak juga yang senang di zona nyaman. Ini perkara mentalitas perorangan. *
Rina Indrawaty | Pendidik dan Kepala SD BPI Kota Bandung. Alumni Universitas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Bandung.
Discussion about this post