Hari pertama sekolah adalah hari istimewa bagi seorang ibu. Hari ini (18/7) adalah hari pertama putri saya sekolah. Yup. Kerepotannya terasa jauh-jauh hari seperti menyiapkan hari Raya Idul fitri.
Seragam sekolah, sepatu, tas sekolah, serta segala pelengkap lainnya dibeli satu-dua bulan sebelumnya. “Jangan mendadak, nanti harga mahal” begitu kata istri.
Memang aneh para pedagang kita. Kadang menaikkan harga seenaknya. Bahkan hingga setinggi langit ketika menghadapi momen tertentu.
Inilah pembeda market di kampung (pasar tradisional) dengan market di kota (mall). Di pasar tradisional, tawar menawar dan beradu taktik jitu sangat menentukan harga sebuah barang. Sementara di mall sale digencarkan dengan imingan diskon hingga 70%. Harga sudah tercantum tinggal pilih.
Hal lainnya ketika memutuskan anak untuk sekolah di kampung adalah tidak dipusingkan perkara zonasi. Juga tidak perlu risau dengan penolakan dari sekolah karena usia masih muda.
Di Jakarta ada persoalan zonasi, usia dll yang menjadi syarat masuk sekolah negeri. Sementara di kampung, usia minimal 6 tahun, zonasi gak ngaruh, dll tidak terlalu rumit.
Awal tahun ajar 2022/2023 kali ini sudah dimulai tatap muka. Sejak malam istri sibuk menyetrika pakian seragam juga pakainnya sendiri. Buku buku disampul dan dinamai. Setumpuk masuk ke dalam tas.
Pukul 6 pagi sudah bersiap, “masuk jam 6.30, ada upacara sekolah”, katanya sambil repot mendandani calon siswa.
Benar saja jam 6.30 lapangan depan sekolah sudah penuh dengan siswa dan Ibu ibu yang mengantar. Ternyata tidak hanya istri saya yang direpotkan hari pertama anaknya sekolah.
“ini adalah hari pertama pada tahun ajar 2022/2023. Juga hari pertama kembali digelar upacara. Setelah dua tahun tidak ada upacara bendera. Maka tak heran sudah lupa-lupa lagu Indonesia Raya. Ke depan hafalkan lagi ya. Ini lagu kebangsaan.” Begitu ujar pembina upacara dalam arahannya.
Seperti terpuaskan: saya bersama istri dan putra kecil kami dapat mengantar putri kami mengikuti upacara bendera di hari pertamanya sekolah. Di kampung, jauh dari hiruk pikuk kesibukan Ibu Kota.
Bagi kami, sekolah formal itu hanya formalitas. Sehebat apapun itu penerapan kurikulum Merdeka Belajar. Paling utamanya adalah bimbingan belajar di rumah. Setelah itu keberlanjutan pada jenjang berikutnya. Karena dunia kini telah terlipat dalam genggaman. Manfaatkan digital untuk memperluas wawasan anak dalam belajar. Jangan sepenuhnya bertumpu pada pengajaran anak di kelas formal. ***
Discussion about this post