Jakarta – Apa jadinya ketika Pers kembali diberangus? Dengan alasan pencemaran nama baik, penghinaan dan hasutan, insan pers dengan mudah dibuikan. Kekuasaan akan makin bebal dan anti kritik. Bedanya dengan masa Orde Baru, kebebalan ini akan berlaku dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra meminta DPR untuk menghapus beberapa pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal-pasal tersebut dirasa mengancam kemerdekaan pers. Dia mengatakan jurnalis saat ini menjadi objek delik dan objek kriminalisasi.
“Setelah mempelajari materi RUU KUHP versi terakhir, Dewan Pers tidak melihat adanya perubahan pada delapan poin yang sudah diajukan. Untuk itu Dewan Pers menyatakan agar pasal-pasal di bawah ini dihapus karena berpotensi mengancam kemerdekaan pers,” kata Azyumardi di Gedung Dewan Pers, Jumat 15 Juli 2022.
“Jadi apa yang kita usulkan itu sama sekali tidak dipedulikan nggak nyampai walaupun mereka beralasan kalangan DPR dan Pemerintah,” ujarnya.
Dewan Pers sendiri melalui website resminya mengeluarkan keterangan tertulis agar pemerintah menghapus pada sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers yang tidak di akomodir DPR dan pemerintah.
Padahal, catatan poin keberatan tersebut sudah disampaikan pada bulan September 2019. Berikut adalah pasal pasal yang dimaksud :
1) Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
2) Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal ini perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006;
3) Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah, serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) HARUS DIHAPUS. Sifat karet dari kata “penghinaan” dan “hasutan” sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi;
4) Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
5) Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
6) Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
7) Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
8) Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaa : pencemaran nama baik;
9) Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.
Dewan Pers mengharapkan agar Anggota DPR dapat memenuhi asas keterbukaan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Bahwa dalam proses RUU KUHP, DPR memberikan kesempatan seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan masukan. Mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan secara transparan dan terbuka.
Discussion about this post