Oleh: Raihan Ahmil
Apakah kamu mahasiswa? kamu turut berkontribusi dalam kehidupan kampus? Apakah hanya berkuliah merupakan kontribusi dalam kehidupan kampus? Atau hanya sekedar mengisi kuisioner yang ada di SIAK dan diberikan dosen merupakan kontribusi dalam kehidupan kampus? Mari kita bahas bersama-sama tentang bagaimana realisasi kehidupan kampus dalam menjalankan ruang publiknya.
Sebelum membahas lebih, diriku ingin memaparkan aspek-aspek apa saja yang harus dipahami untuk menjelaskan Ruang Publik :
- Wahana interaksi antar komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun kelompok. Dalam hal ini ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial. Disamping itu, ruang publik juga berfungsi memberikan nilai tambah bagi lingkungan, misalnya segi estetika kampus, pengendalian ruang terbuka hijau, pengendalian iklim mikro, serta memberikan “image” dari suatu kampus.
- Aksesibel tanpa terkecuali (accessible for all) dimaksudkan bahwa ruang publik seharusnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga yang membutuhkan.
- Universalitas dimaksudkan bahwa penyediaan ruang publik seharusnya dapat mempertimbangkan berbagai kelas dan status kebutuhan masyarakat yang mencerminkan pemenuhan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
- Ruang publik disebut bermakna bila ada kepublikan atau publicness. Kalau tidak ada publicness, maka tidak akan ada yang memanfaatkan ruang publik. Kepublikan itu mensyaratkan adanya tingkat kolektivitas tertentu. Di dalam ruang publik berbicara tentang sosial intercourse atau pergaulan sosial antar manusia dalam sistem produksi.
Sebuah tempat/ruang menjadi sangat penting bagi tumbuhnya gagasan tentang perubahan. Dimana, sebuah ide yang tidak didiskusikan hanya akan menjadi sekumpulan sesuatu yang tak ada gunanya. Di tempat-tempat tersebutlah buah pikiran di adu. Perbincangan tentang persoalan kebijakan kampus yang tidak berpihak kepada mahasiswa hingga persoalan hak asasi manusia yang tidak kunjung usai didiskusikan sampai menemukan titik terang. Dari pendiskusian tentang hak atas kampus hingga tentang metode aksi yang hendak dilakukan dibahas secara mendalam juga di sana.
Mahasiswa merupakan salah satu unsur penting dalam keberjalana kehidupan kampus, karena mahasiswa memiliki hak untuk terlibat dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan di kampus. Hak yang dimaksud bukan hanya untuk mendapatkan fasilitas seperti ruang belajar yang layak, WC bersih dengan air yang mengalir atau tempat untuk rehat yang nyaman untuk sekedar istirahat menunggu waktu kuliah. Tapi, mahasiswa juga memiliki hak untuk berkontribusi dalam merumuskan kebijakan dan memperbaharui sistem pendidikan yang dilaksanakan agar sesuai dengan kebutuhan. Intinya, mahasiswa sebagai bagian dari unsur kampus harus dilibatkan dalam usaha dalam mewujudkan kebijakan kampus.
Semua Berubah ketika UU-PT Menyerang!
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU-PT), Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) harus mengubah statutanya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Kebijakan ini tentu memiliki efek terhadap nasib mahasiswa sebagai bagian dari kampus. Hak mahasiswa atas kampus mulai terkikis secara perlahan, ketika kampus yang dikenal sebagai institusi pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun sekarang harus berbagi tempat dengan para kapitalis yang ingin membangun pasarnya dalam kampus. Al-hasil kampus menjadi lahan bisnis yang sangat subur untuk mengeruk kekayaan bagi para kapitalis. Logikanya sederhana, jika ruang tersebut tidak memberi keuntungan secara finansial, lebih baik ruang itu diberikan kepada investor yang mampu melipat gandakan keuntungan.
Pandangan bahwa kampus adalah wahana pendidikan untuk ‘memanusiakan manusia’ perlahan memudar. Hal ini seiring terkuaknya berbagai macam kontroversi di dalamnya, seperti proyek-proyek kerjasama dengan berbagai macam perusahaan, waktu studi yang semakin ketat dan singkat, program pemerintah yang mengiming-imingi sesuatu, serta upaya-upaya menormalisasi kehidupan kampus agar sesuai dengan karakter produk yang akan dihasilkannya (pekerja yang kompeten).
PTN-BH yang juga mengusung konsep otonomi memungkinkan para birokrat kampus untuk bertindak otoriter dalam pengelolan kampus. Ketakutan itu terjadi ketika banyaknya aturan yang dikeluarkan oleh para birokrat sama sekali tidak melibatkan mahasiswa sebagai unsur penting dalam kampus. Berubahlah kampus yang harusnya lebih dominan melakukan aktivitas untuk menunjang kualitas intelektual, menjadi tempat diterapkannya serangkaian kebijakan seperti privatisasi dan komersialisasi ruang-ruang pendidikan.
PTN-BH mengarahkan kampus menjadi bersifat privatisasi. Apa yang disebut dengan privatisasi dalam konteks ini adalah pengalihan kepemilikan universitas yang tadinya milik publik menjadi privat, dan dengan demikian dikelola secara privat pula. Hal ini yang menyebabkan mengapa kampus berfokus dalam menyewakan ruang atau fasilitas, investasi di gedung-gedung tertentu, atau bahkan posisi untuk para donatur, ketimbang pengadaan dan peningkatan fungsi pendidikan tinggi itu sendiri.
Contoh permasalahan yang terjadi di lingkungan kampus yaitu dengan menutup ruang-ruang interaksi yang ada agar semua unsur yang ada di kampus menjadi saling acuh. Teknologi dan informasi merupakan faktor pendukung hal tersebut. keberadaan teknologi canggih di dalam lingkungan kampus tidak dapat dipandang sebagai penerapan kemajuan teknologi semata. Efisiensi, digitalisasi data, pengawasan-kontrol dan berkurangnya ruang-ruang interaksi langsung adalah tujuan utama.
Kampus yang bersifat korporasi juga akan merekrut mahasiswa sebanyak-banyaknya karena merekalah sumber pendanaan utama kampus. Apalagi, dalam corporate university, kampus harus mencari dana sendiri layaknya sebuah perusahaan tanpa (atau minimal dalam jangka panjang) bantuan biaya dari negara. Dalam konteks demikian, posisi pengajar tidak lain adalah alat dari ideologi bisnis universitas itu sendiri, artinya pengajar universitas akan mengampu kelas yang lebih besar jumlah mahasiswanya dan menghasilkan profit yang lebih. Hal ini sama seperti kampus kita yang selama beberapa tahun kebelakang telah membuka jurusan baru.
Dampak dari PTN-BH, disadari atau tidak telah merampas hak mahasiswa untuk terlibat penuh dalam segala aktivitas kehidupan di kampus, baik dalam rangka merumuskan kebijakan yang akan diterapkan di kampus ataupun dalam meningkatkan kualitas pendidikan sebagai alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kampus harus sadar dengan hak mahasiswa yang perlu dipenuhi. Kampus juga tidak boleh seenaknya untuk mengkebiri hak mahasiswa dengan menngunakan birokrasi kampus. Karena jika hal yang demikian terjadi, maka usaha perampasan hak oleh para birokrat yang sudah bergandengan dengan pihak swasta akan semakin leluasa di lakukan tanpa mempertimbangkan kepentingan mahasiswa.
Berubahlah kampus yang harusnya lebih dominan melakukan aktivitas untuk menunjang kualitas intelektual, menjadi tempat diterapkannya serangkaian kebijakan seperti privatisasi dan komersialisasi ruang-ruang pendidikan. Pembangunan yang dilakukan lebih dominan untuk wilayah fisik, yang semuanya harus sesuai dengan standar Internasional agar kampus bisa terakreditasi sebagai World Class University. Pembangunan gerakan sosial yang progresif, massif, terorganisir, dan tersistematis menjadi sangat penting untuk merebut kembali hak atas kampus yang akhir-akhir ini terkebiri. Perspektif ini memberikan pandangan baru bahwa pengambil kebijakan tertinggi di kampus adalah semua unsur itu sendiri, termasuk di dalamnya mahasiswa, yang dengan aktif berpartisipasi secara kolektif. Akademisi seharusnya dapat membawa persoalan umum ke ruang-ruang publik sehingga kebijakan yang tercipta dapat mengakomodir kepentingan masyarakat, atau dengan kata lain: berpihak pada yang termarjinalkan.
Biodata Penulis:
Namanya Raihan Ahmil tapi biasanya dipanggil mamil, merupakan pemuda berusia 22 tahun yang sedang menjadi mahasiswa Pendidikan Matematika di Universitas Pendidikan Indonesia. Pemuda yang tidak mau diam ini, selalu mengusahakan dirinya bisa bermanfaat dimanapun dengan cara yang baik. Walaupun ia tidak pandai menulis, pemuda ini selalu berusaha untuk terus belajar dimanapun dan kapanpun untuk mengimplementasikan apa yang sedang dipikirkan.
Discussion about this post