Oleh Ndari Soeroso
Anda bisa sukses jika memasuki wilayah advertising di internet, dengan menggunakan cara clickbait. Tapi itu cenderung mengibuli, dan hanya mengajari yang lain untuk ikut-ikutan terjebak dalam snobisme (selara pasar).
BERITA -berita dengan judul konvensional hingga kini masih dipertahankan oleh surat kabar arus utama. Tidak hanya di dalam negeri, di luar negeri pun, judul-judul berita di surat kabar arus utama tetap pada kaidah.
Judul berita akan terkait dengan isi tulisan. Para jurnalis di media cetak masih menjaga marwah jurnalistik. Namun di tengah perkembangan teknologi internet, siapa pun bisa membuat berita baik di situs-situs digital, Youtube maupun media sosial.
Tidak dipungkiri digitalisasi pemberitaan saat ini massif dan tidak bisa dicegah. Semua informasi ada di genggaman. Setiap menit Anda bisa membuka ponsel pintar Anda dan mengecek peristiwa yang sedang terjadi.
Inilah kemajuan teknologi informasi. Segala macam berita bisa dilihat di platform manapun. Namun kemudahan-kemudahan informasi yang diperoleh masyarakat ini, tidak ada saringannya. Berita turun terjun bebas dengan meninggalkan kaidah-kaidah jurnalistik.
Perhatikan judul-judul berita yang kerap muncul di internet dengan judul kadang tidak masuk akal. Sebagai contoh berita seputar selebritas.
Dress Lesty Kejora Disebut Mirip Klepon, Ternyata Harganya Bikin Netizen Melongo (Okezone)
Uraa Uraaa!!! Viral di Medsos, Inilah Artinya Menurut Bule Rusia (Suara.com)
Penasaran Apa Isi Pesan Nur Asli Dalam KKN di Desa Penari? Yang Bikin Kamu Gak Bisa Tidur, Ini Isi Pesannya (Pikiran Rakyat .com)
Judul-judul ini memang mengundang rasa penasaran bagi pembaca. Padahal bila ditengok isinya, sumber yang diambil hanya mengunduh social media milik narasumber. Seperti Lesty Kejora memakai baju seperti klepon, bersumber dari Instagram penyanyi dangdut itu. Tidak ada wawancara dengan nara sumbernya langsung. Dan komentar para warganet ikut diunggah pula.
Demikian juga dengan Uraa Uraa yang viral diucapkan oleh Presiden Putin, bersumber dari sebuah video kemudian dijadikan berita. Sayangnya wartawan hanya mencari narasumber untuk mencari tahu arti kata Uraa bukan orang yang kompeten. Mengapa wartawan tidak mengecek di Kedutaan Besar Rusia.
Seperti juga film KKN di Desa Penari, berita yang diangkat hanya berasal dari apa yang ada di film. Dengan judul sangat panjang.
Judul-judul dan model penulisan berita semacam ini sangat massif di pemberitaan portal-portal. Asas penulisan berita tidak lagi sesuai dengan kaidah jurnalistik. Inilah yang disebut dengan jurnalisme clickbait.
Apa itu clickbait atau umpan klik? Berdasarkan Wikipedia yang ditulis berdasarkan rujukan tulisan Derek Thompson (November 14, 2013). “Upworthy: I Thought This Website Was Crazy, but What Happened Next Changed Everything. Emily Shire (14 July 2014). “Saving Us From Ourselves: The Anti-Clickbait Movement, dan Katy Waldman (May 23, 2014). “Mind the ‘curiosity gap’: How can Upworthy be ‘noble’ and right when its clickbait headlines feel so wrong?,
umpan klik (clickbait) adalah suatu istilah peyoratif yang merujuk kepada konten web yang ditujukan untuk mendapatkan penghasilan iklan daring. Terutama dengan mengorbankan kualitas atau akurasi, dengan bergantung kepada tajuk sensasional atau keluku (thumbnail) yang menarik mata guna mengundang klik-tayang (click-through).
Serta mendorong penerusan bahan tersebut melalui jejaring sosial daring. Tajuk umpan klik umumnya bertujuan untuk mengeksploitasi “kesenjangan keingintahuan” (curiosity gap) dengan hanya memberi informasi yang cukup membuat pembaca penasaran ingin tahu, tetapi tidak cukup untuk memenuhi rasa ingin tahu tersebut tanpa mengklik pada tautan atau pranala yang diberikan
Hampir semua konten baik itu berita, blog, interview, infogradis dan video dikemas dengan cara tertentu dan mengandung clickbait. Ciri-cirnya adalah judul menarik perhatian, mudah untuk diluncurkan (skimmable), gambar/video lucu atau mudah diingat, nada humor atau menarik emosi bagi pembaca, dan punya tujuan agar tulisan atau tayangan video agar disharing ke media sosial.
P enggunaan judul sensasional mendorong Anda untuk mengklik tautan ke artikel, gambar, atau video. Karena sekalinya Anda mengklik bisa mendatangkan iklan bagi pengunggah berita atau video. Maka di sinilah mulai terjadi kemunduran dari akidah jurnalistik yang selama ini dijunjung tinggi oleh para jurnalis sejati.
Wartawan bisa menjadikan media sosial sebagai sumber utamanya. Padahal keakurasiannya bisa dipertanyakan. Tidak perlu wawancara pun tidak masalah karena yang penting berita itu viral, banyak yang membaca, like, komentar dan share.
Ini menjadi catatan penting bagi para penggiat jurnalisme, bahwa marwah jurnalistik harus dijunjung tinggi dan dijaga, jangan dinodai demi mengejar keuntungan. Jangan hanya mengejar berita harus viral, dan banyak yang membaca, menonton, like, comment, dan share, sementara berita yang ditayangkan tidak ada manfaatnya bagi masyarakat.
Ayo mulai gerakkan pemberitaan yang mendidik, mengedukasi, member nilai tambah pengetahuan, dan tidak menjadikan hoax sebagai makanan sehari-hari. Jangan tinggalkan bom waktu di tiap pintu-pintu rumah, karena masyarakat membaca informasi tidak ada manfaatnya.
Discussion about this post