Oleh: Nono Daryono
(Guru SD Terpadu Krida Nusantara)
“Jadikanlah Anda kenangan bagi anak di kemudian hari dengan cara menjadi bagian dari hidupnya sekarang”.
-Barbara Johnson-
Memberikan gawai pada anak boleh-boleh saja, tetapi berikanlah sesuai dosis, jangan overdosis. Berikan secara bijak untuk kemanfaatan, bukan asal-asalan hanya untuk permainan. Percepatan kemajuan Teknologi Informasi tidak dapat dimungkiri. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan orang tua, semua menjadi bagian dari kemajuan tersebut. Kearifan dalam memaknai kemajuan dan bekal ilmu serta pondasi iman yang harus diteguhkan. Berikan wawasan akhlak dalam penggunaannya, agar manfaat yang didapat jauh lebih banyak daripada madharatnya.
Kita mesti ingat untuk membangun peradaban setidaknya harus menyiapkan tiga bangunan. Yaitu bangun tatanan keluarga, bangun tatanan pendidikan dan bangun tatanan masyarakat yang baik sehingga akan jadi pondasi tegaknya suatu bangsa. Peranan ibu di keluarga jadi sentral pembangunan. Peran guru dalam bidang pendidikan jadi spirit perubahan. Dan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai anutan jadi bekal membangun masyarakat yang sejahtera.
Saat ini bangsa kita sangat terpukul ketika korupsi masih belum berhenti, kasus Narkoba yang merajalela, kini wajah bangsa ditampar dengan maraknya perbuatan A susila darurat kekerasan seksual/ pemerkosaan. Berdasarkan data lembaga perlindungan anak selama kurun waktu 2010-2014, ada 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak. Sebanyak 58 % dari jumlah itu adalah kekerasan seksual kepada anak (Pikiran rakyat 15 Mei 2016).
Bertepatan dengan memaknai kembali hari Guru Nasional kita berharap keluarga menjadi salah satu pilar untuk mengembalikan ketenangan anak dalam menjalani tumbuh kembangnya. Orang tua diharapkan arif dalam memerankan tugasnya sebagai guru pertama agar anak siap menghadapi masa yang berbeda dengan kita dewasa ini.
Karena, tidak mungkin kita melepaskan diri dari kemajuan, bukan kita yang diwarnai perubahan, tetapi kita yang mewarnai perkembangan itu. Salah satu upaya agar orang tua tidak kehilangan pamor dalam keluarga, tersisih oleh gawai, hendaklah orang tua memahami upaya-upaya untuk mengakrabkan diri dengan seluruh anggota keluarga. Kehilangan wibawa bagi orang tua, tentu akan jadi bencana, yang tidak hanya mengacaukan masa depan anak, namun akan menebar menjadi virus penyakit batin bagi kedua orang tua.
Dengan demikian, dibutuhkan pendekatan yang ramah dan santun dalam memperlakukan anak sesuai tumbuh kembang. Syarat pertama dan utama agar bisa merebut keistimewaan orang tua bagi anak daripada gawai, maka usahakan menjadi sahabat bagi anak kita saat kapan dan dimana pun. Sehingga komunikasi, keakraban dan senda gurau akan menjadi bunga-bunga keluarga yang menghiasi taman rumah tangga.
Menarik apa yang disampaikan John Wilmot, menceritakan pengalamannya dalam mendidik anak, “Sebelum menikah saya punya enam teori tentang mendidik anak, tetapi sekarang saya punya enam anak tak ada satupun teori yang tersisa.” Pada akhirnya seabrek teori mendidik dalam keluarga, ketika sudah ada dalam situasi tertentu hanya dengan kedewasaan pemikiran, perkataan dan sikap perilaku yang mampu menjadi peredam seluruh masalah yang ada.
Mengapa jaman now anak lebih keranjingan media sosial daripada kecenderungan bercengkrama dengan kedua orang tuanya? Salah satu jawaban yang penulis temukan, ternyata future-future yang ditampilkan oleh media lebih menarik ketimbang ngobrol dan bersantai dengan keluarga, yang terkesan hambar dan itu-itu saja. Perlu modifikasi pergaulan dalam membangun keakraban di keluarga. agar kembali mampu merebut kewibawaan orang tua di mata anak.
Ada empat langkah yang dapat ditempuh orang tua dan guru agar merasakan kembali kehangatan dan manisnya kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga. Keempat hal itu penulis singkat dalam KOPIAH, yaitu Komunikasi, perhatian, hormati dan hargai.
Pertama, sediakan ruang dan waktu untuk berkomunikasi. Sekecil apapun persoalan atau obrolan ringan, bangun nuansa komunikasi dua arah yang aktif dan santai. Kekuatan komunikasi akan mampu menembus getaran jiwa dan nurani. Sehingga dari komunikasi dapat tahu apa yang sedang dialami sendiri oleh anak nya maupun siswanya. Upayakan anak tidak sungkan untuk berkomunikasi dengan orang tua atau gurunya. Karena tanpa keterbukaan mampu menjembatani anak dengan gutrunya.
Kedua, berilah perhatian, dengan kata-kata, sikap atau perilaku. Hati hanya bisa di dekati dengan hati, perhatian yang menghadirkan hati tentu akan sangat membantu agar anak pun memperhatikan kita sebagai orang tua. Berilah perhatian, maka anak pun akan memberi perhatian pada kita. Pun pada gurunya ketika peserta didik mendapat segala perhatian dari gurunya maka peserta didik tersebut merasa bahwa kehadirannya merasa bagian terpenting dalam kehidupannya. Jangankan anak-anak, remaja bahkan orang dewa sekalipun butuh perhatian ini. Di jaman sekarang ini dibutuhkan guru yang mampu berperan ganda, baik sebagai pendidik dan pengajar, maupun sebagai orang tua yang menjadi panutan dari segala sikap, perilaku bahkan kata-katanya.
Ketiga, hormati. Sekecil apa pun pendapat atau perinsip hidup anak harus kita hormati, sehingga anak merasakan kehadiran keluarga sebagai sesuatu yang penting dan berharga dalam kehidupan. Dengan muncul anggapan positif tersebut, akan lahir kebanggaan dan tumbuh kesyukuran akan indahnya berkeluarga. Biasanya di era destruption semacam ini orang tua atau guru menerapkan pola yang harus di hormati, namun dalam tulisan ini ingin rasanya di bagi bagaimana orang tua ataupun guru menjadi figure yang menghormati. Awalnya kita yang menghormati para peserta didik ataupun anak-anak kita, pada ahkirnya anak-anak itu atau peserta didik itulah yang akan menghormati kita. karena kalau kita memberi rasa hormat pada anak sesungguhnya mengajarkan bagaimana menghormati.
Keempat, hargai. Janganlah melihat besar kecil prestasi yang diraih anak, tetapi maknai dan hayati setiap usaha serta jerih payah anak untuk meraih prestasi tersebut Kebanyakan orang tua hanya menghargai hal yang besar, padahal banyak sesuatu yang dilakukan anak hal yang kecil dengan cara yang besar. Bukankah sesuatu yang besar itu dimula dari hal yang kecil? Penghargaan merupakan sunnatulloh. Artinya bahwa penghargaan merupakan satu kebutuhan dasar dari manusia dan bagian dari tugas dak karakter pendidikan. Teringat saat penulis berkunjung ke Negara Belanda dan berkunjung ke sebuah sekolah “The Rank School” saat penulis akan pulang dari sekolah tersebut ada seorang siswa yang berkata sambil menunjukkan gambarnya dan memberikannya kepada penulis. Di lihat dari gambarnya kurang bnegitu bagus bahkan lebih baik dari karya siswa kita, namun ada yang nilai lebih dari apa yang penulis terima dari siswa tersebut yakni keberanian dan rasa percaya diri yang tinggi untuk memberikan cendera mata pada guru. Karena penulis berpikir bahwa peserta didik tersebut terbiasa di hargai dan guru mengajarkan arti penghargaan terhadap seseorang.
Mengapa kita harus berkomunikasi, memberi perhatian, menghormati dan menghargai anak? Jawabannya, karena mereka adalah juga manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Jika kita senang ketika diajak berdiskusi, mereka pun sama suka seperti itu. Jika kita nyaman ketika mendapat perhatian, demikain pula anak kita jiwanya akan tentram manakala mendapat perhatian. Jika kita merasa senang saat mendapat penghormatan, sama halnya anak kita pun akan merasakan hal demikian. Apalagi kalau kita mendapat penghargaan, hati ini berbunga-bunga dan merasakan suka cita yang luar biasa. Hal itu pula yang akan dirasakan anak-anak kita. Maka, apa yang kita rasakan itu pula yang dirasakan anak-anak.
Mengapa KOPEAH menjadi sebuah harapan yang mampu mendekatkan anak dengan orang tua, mendekatkan peserta didik dengan para gurunya. Di kala nilai-nilai itu sudah mulai terkikis dan bahkan terkena longsor budaya ada harapan yang masih menyala dari keluarga dan para guru yang intens dan punya ghirah keguruannya yakni di dudu dan di tiru. Ada apa dengan KOPEAH ini yakni kalau kita telaah dari makna KOPEAH secara kasat mata KOPEAH bisa dibuat secara formal, semi formal bahkan ada yang santai. Keempat halnya dapat dilakukan para guru secara formal, semi formal maupun santai dan berbaur dengan peserta didik. Di lihat dari macam dan cara membuatnya KOPEAH ini ada yang terbuat dari kain, dari kayu, dari plastik bahkan ada yang terbuat dari bludru. Ini artinya bahwa KOPEAH dapat dilakukan oleh siapa pun kita yang punya spirit terhadap pendidikan anak dan ingin agar bagaimana anak berkembang sesuai dengan fase perkembangannya. Tidak di paksa, tidak mengada-ngada bahkan tidak di buat-buat, tapi lebih mengalir dan alami apa yang dirasakan dan dialami siswa itu pula yang di alami para guru, jika ingin di komunikasikan oleh siswa maka terlebih dahulu guru harus pandai berkomunikasi dengan para siswanya, sehingga tidak kalah pengaruhnya oleh Gawai maupun yang lainnya. Bila para guru ingin diperhatikan saat mengajar terlebih dahulu para guru haruslah memberi perhatian, jika para guru dihomati dan dihargai maka terlebih dahulu haruslah memberi penghargaan dan menghormati keberhasilan ataupun capaian yang dilalui para siswanya. Dengan kata lain apa yang diberikan para guru maka itulah yang akan diberikan para siswanya. Sekali lagi Hati hanya dapat di dekati dengan hati”.
Inilah tips yang bisa dibagi karena penulis sudah menerapkannya, hasilnya Alhamdulillah meskipun derasnya arus informasi dan teknologi yang begitu pesatnya tidak membuat para sisiwa hanyut dan terbawa arus apalagi sampai tidak menghargai dan menghormati gurunya. Karena bekal ketauhidan berbuah ibadah dan berbuah akhlak dalam kesehariannya. Karenanya para guru sudah saatnya mendekatkan para siswa dalam ketauhidan dan ibadah dan akhlak para siswa. Selalu disentuh unsur-unsur yang bisa membangkitkan semangat bahkan spirit untuk berprestasi dan mengedepankan cara-cara yang santun patut di kedepankan. Bukan cara-cara yang kaku, dan kasar serta tidak mendidik dan tidak memperhatikan sisi psikologis para siswa.
Ala kulli hal, keempat upaya itu semoga dapat menjembatani keharmonisan para guru dan siswanya untuk merebut hati anak dari genggaman gawai dan media sosial lainnya. Keberadaan kita menjadi bagian terindah dari kehidupan mereka. Momentum Hari Guru Nasional jadi energi untuk menyadarkan segenap bangsa akan arti penting menjaga generasi dengan membangun ketahanan keluarga.
Perlu dicermati sebuah pernyataan dari Wayne W. Dyer,What Do You Really Want For Your Children _Apa yang Sebenarnya Anda Inginkan terhadap Anak Anda?”***
———————————————————
Penulis NONO DARYONO, M.Ag, Guru SDT Krida Nusantara Jl. Desa Cipadung
Kec. Cibiru Kota Bandung Jawa Barat Indonesia. HP. 089657272643
Discussion about this post