Malang, Portalnusa.id- “Sudah jatuh tertimpa tangga”, kira-kira itulah peribahasa yang paling cocok untuk menggambarkan nasib dokter cantik asal Malang ini.
Setelah 3 rumah miliknya raib dilelang yang dia klaim sebagai akibat ulah permainan kotor para mafia tanah. Kini, ia pun harus menghadapi kenyataan getir, yaitu dipolisikan oleh Sdr. Hendri Irawan, yang tak lain merupakan putra kandung dari dr. Hardi, pria yang juga menikahi ibu kandungnya, melaporkan tuturan dalam video-video yang sengaja diunggah oleh dr Gina Gratiana, S. KG. melalui akun instagram miliknya ke Subdit V/Siber Ditreskrimsus Polda Jatim dengan delik Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3)jo. Pasal 45 Ayat ( 3) UU RI No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI no. 11 Tahun 2008 tentang ITE yang diregister dalam Laporan Polisi Nomor: LP/ B/72.02//VII/2022.
Penyidik Unit IV subdit V Ditreskrimsus Polda Jatim telah menaikkan status dr. Gina Gratiana, S. KG. sebagai tersangka pada 28 November 2022, setelah penyidik setidaknya berhasil mengumpulkan minimal dua alat bukti yang sah dan meyakini bahwa perebuatan dr. Gina Gratiana, S. KG. adalah pidana.
Dalam menghadapi proses pemidanaannya tersebut, dr. Gina Gratiana, S. KG. tak tanggung-tanggung menghadirkan Prof. Dr. Andika Dutha Bachari, S. Pd., S. H., M. Hum., Ahli Bahasa andalan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri guna menghadapi perkaranya ini.
Berdasarkan hasil penelusuran di mesin pencari, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim POLRI kerap mengandalkan Prof. Dr. Andika Dutha Bachari, S. Pd., S.H., M. Hum., sebagai Ahli Bahasa dalam sejumlah kasus besar dan viral yang menyita perhatiaan publik, seperti kasus Muhammad Habib Rizieq Shihab, kasus Bahar Bin Smith, Gus Nur, Muhammad Kece, Ferdinand Hutahean,Edy Mulyadi, Lord Rangga Sunda Empire dan masih banyak lagi. Kasus-kasus yang memidanakan menggunakan data bahasa, data kebahasaan sebagai instrumenta delictie-nya.
Dosen muda Program Studi Linguistik sekolah pascasarjana UPI Bandung ini akan dimintai keterangannya oleh Penyidik Unit IV subdit V/ Siber Ditreskrimsus Polda Jatim untuk kasus yang menjerat , dr. Gina Gratiana,S.KG GRATIANA,S.KG.
Ketika redaksi melakukan konfirmasi, Prof. Andika mengaku dirinya memang sudah sempat dikontak dan berkomunikasi dengan Penyidik beserta Tersangka agar bisa mendengar input dari berbagai sumber.
“Sebagai seorang akademisi di bidang linguistik forensik ( bahasa hukum), saya sering dimintai bantuan oleh penyidik dari seluruh Indonesia untuk menjadi Ahli Bahasa dalam Perkara Pidana yang berbarang bukti data kebahasaan semacam ini”, turur Prof.Andika.
Jadi, bagi Prof.Andika, perkara ini bukan hal istimewa dan baru. “Namun memang mungkin kebetulan saja, selama ini saya belum pernah diajak bekerjasama oleh Penyidik dari Polda Jatim. Dugaan saya penyidik mnemiliki akses kepada ahli-ahli bahasa yang lebih dekat dan hebat di banding saya,” ungkapnya merendah.
“Tempat tinggal saya di Bandung, jarak mungkin jadi kendala buat penyidik dan saya untuk bekerjasama. Mungkin itu alasan pokoknya,” akunya.
Menurut Prof. Andika, Karena kasus yang dihadapi dr. Tina Gratiana, S.KG. ini telah masuk ke dalam proses penyidikan dan dikaitkan dengan posisai dirinya dalam dalam perkara ini adalah ahli bahasa, maka merujuk pada KUHAP Prof. Andika mengaku tidak bisa berperan sebagai Saksi A de charge( saksi yang menguntungkan bagi tersangka).
“Ini penting untuk saya sampaikan karena pada tataran praktis masyarakat kita masih mempertukarkan dan menyamakan makna istilah “Saksi Ahli” dan ”Keterangan Ahli”, ujar Prof. Andika. Dua istilah itu, lanjut dia, kerap dipersamakan maknanya oleh masyarakat, yaitu ahli yang hadir dan memberikan keterangan di persidangan.
Padahal, kata Prof. Andika dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia (KUHAP) tidak dikenal adanya istilah Saksi Ahli.
Menurut Prof. Andika, jarap dipahami istilah Saksi Ahli itu sesungguhnya hanya dikenal dalam konteks perkara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 154 HIR. “Lebih jauh, pada dasarnya KUHAP hanya mengenal atau menggunakan istilah Keterangan Ahli bukan Saksi Ahli,” imbuhnya.
Salah satu alat bukti yang sah dalam pemeriksaan suatu perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP adalah keterangan Ahli. Dan merujuk pada Pasal 1 angka 28 KUHAP bahwa Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat suatu perkara pidana menjadi terang-benderang guna kepentingan pemeriksaan dan penegakan hukum.
Prof.Andika menjelaskan, keahlian khusus yang dimaksud sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP adalah kemampuan untuk menjelaskan maupun mendeskripsikan suatu objek tertentu berdasarkan pengalaman, keahlian, kompetensi yang dimiliki guna membantu proses peradilan pidana. Menjadi berkualitas dan dirasakan adil oleh semua pihak. Tidak semua bidang dapat dipahami oleh hakim, dan ada bidang-bidang tertentu ytang hanya bisa dijelaskan secara detail oleh Ahli. Oleh karena itu, keterangan Ahli diperlukan untuk meyakinkan hakim dalam upaya menemukan hukum.
Sementara itu, Saksi Ahli menurut Andika erat kaitannya dengan keterangan saksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP, di mana keterangan saksi sebagai alat bukti dalam perkara pidana karena saksi menyampaikan keterangannya berdasarkan apa yang disaksikan, didengar, dilihat, dialami dengan menyebutkan alasan pengetahuannya tersebut.
Dengan demikian, menurut Prof.Andika dapat disimpulkan bahwa keterangan yang disampaikan oleh Ahli berbeda secara prinsipi dengan keterangan yang disampaikan oleh Saksi. “Dengan kata lain, kedudukan “Keterangan Ahli” dengan “Saksi Ahli” berbeda karena saya sebagai Ahli tidak menyaksikan sendiri, melihat sendiri, mendengar sendiri, mengalami sendiri bagaimana perkara pidana ini terjadi. Jadi perlu saya tegaskan bahwa dalam Preoses Penyidikan, sebagai seorang ahli yang dimintai keterangannya oleh Penyidik karena adanya pengakuan terhadap kapasitas akademik dan pengalaman yang saya miliki. Jadi keterangan yang saya sampaikan dalam pemeriksaan itu bukan keterangan yang menguntungkan tersangka tapi semata-mata karena hasil analisa ilmu pengetahuan yang saya miliki dan dalam konteks perkara ini, berdasarkan hasil kajian yang telah saya lakukan, saya tidak melihat adanya mens rea( niat jahat) dalam tayangan video yang dr. Gina Gratiana, S. KG. melalui akun instagramnya,” beber Prof.Andika.
“Justru, Error! Hyperlink reference not valid. Yang saya lihat tuturan dalam video tersebut memiliki communication intention ( maksud komunikasi ) mempertanyakan, mengkonfirmasi terkait siapa dan mengapa ada peristiwa yang didesain seperti yang dialaminya itu,” tegas dia. (LAS)
Discussion about this post