Ramainya pemberitaan kasus pembunuhan Brigadir Joshua atau Yosua Hutabarat dengan penyematan inisial J, kembali menuai pertentangan antara penyebutan huruf J dan Y. Seorang teman dalam status fb nya mempertanyakan: “Katanya Brigadir J, tapi jadinya Yoshua. Bilangnya Yogyakarta tapi nulisnya Jogja. Huruf J-Y emang suka ketuker-tuker ya.”
Dalam berbahasa Indonesia, kita sering menemukan banyak hal yang salah kaprah. Sesuatu yang salah namun sudah terbiasa digunakan dan serasa benar. Seperti pembahasan kita kali ini yakni tentang penggunaan huruf J atau Y. Selain penyematan inisial J pada nama Brigadir Yosua Hutabarat, masyarakat pun masih ketuker tuker dengan nama Jogja atau Yogya. Baiklah mari kita runut sejarah bahasa Indonesia yang saat ini kita gunakan sebagai Bahasa Nasional.
Sebelum menjadi bahasa yang saat ini kita gunakan, bahasa Indonesia pernah memiliki ejaan lama atau ejaan Ch. A. van Ophuijsen. Peraturan untuk ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuijsen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, telah dilakukan penyempurnaan ejaan dalam berbagai nama dan bentuk. Karena saat itu bahasa melayu ditulis dengan mengunakan aksara arab atau jawi atau kita kenal dengan arab gundul atau pegon.
Sejak tahun 1901 sampai tahun 1947, penggunaan huruf j dibaca /y/, penggunaan huruf oe dibaca /u/, huruf dj dibaca /j/, huruf tj dibaca /c/, dll. Dari sinilah tulisannya Jogjakarta diucapkannya Yogyakarta, Soerabaja diucapkannya Surabaya, Tjinta diucapkan Cinta dll. Penyempurnaan bahasa Indonesia pun mulai dilakukan sejak kemerdekaan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada masa itu. Ia menetapkan dalam surat keputusan tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg.A. Bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik.
Saat itu dilakukan penggantian huruf oe menjadi u, bunyi sentak ditulis dengan k, dan kata ulang boleh ditulis dengan angka 2. Jadi saat itu penyebutan /Ulama/ tidak lagi dituliskan /Oelama/, dan /makan-makan/ masih ditulis /makan2/. Namun Tj belum menjadi C, Dj belum menjadi J, dan J masih sebagai Y. Contohnya adalah Novel Pram keluaran 1955 “Keluarga Gerilja”, Jakarta pun masih ditulis Djakarta.
Pada tahun 1972, dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72. Pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu, diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden, No. 57, tahun 1972. Dengan nama Ejaan yang Disempurnakan atau EYD.
Saat itulah “tj” menjadi “c”: tjutji → cuci, “dj” menjadi “j”: djarak → jarak, “j” menjadi “y”: sajang → sayang, “nj” menjadi “ny”: njamuk → nyamuk, “sj” menjadi “sy”: sjarat → syarat, “ch” menjadi “kh”: achir → akhir, “di tempat” mulai dibedakan dengan “disukai”, serta penyerapan beberapa huruf konsonan f, v, z, dan “jalan2” menjadi “jalan-jalan”. Tentunya sejak EYD ini berlaku, beberapa penyempurnaan terus terjadi, hingga yang terbaru Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) ditetapkan tanggal 28 Juli 2021. https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/produk-detail/730/puebi
Dengan demikian seharusnya penggunaan logo resmi pemerintahan terutama, serta logo dan jargon lainnya mengacu pada PUEBI terbaru agar tidak menjadi salah yang kaprah. Misal penggunaan logo dan jargon “Jogja Istimewa” yang diluncurkan pada Maret 2015 lalu. Hal ini memicu kesalahan yang lebih fatal, apakah dengan alasan gaya atau apapun, muncul banyak tulisan “Djogja” pada merek produk lokal Yogyakarta.
Maka tak heran jika kemudian masyarakat menjadi bingung. Penggunaan kata Jogja pada Yogyakarta yang disingkat DIY bukan DIJ sebagai jargon resmi. Sehingga seolah Jogja adalah EYD dan Djogja sebagai Ejaan Lama. Lelucon teman pun pada FBnya begini: “Pesen minum Jus, yang keluar malah Yus. Mungkin sebentar lagi, Yakult jadi Jakult … sama sekali tidak literat” ujar https://web.facebook.com/lentera.lentera0511 pada 9 Agustus lalu.
Discussion about this post