PortalNusa.Id, DKI Jakarta – Sebagai Ibu Kota, DKI Jakarta telah mengalami perubahan besar-besaran pada sejumlah fasilitas public. Melalui pembangunan infrastruktur yang sudah dan masih berjalan patut kita apresiasi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan bahwa pembangunan untuk menunjang ekonomi serta aktivitas penduduk di Indonesia menunjukan trend kenaikan pasca menurunnya angka kasus Covid-19.
Dilansir dari katadata.co.id realisasi anggaran infrastruktur tahun 2021 mencapai Rp 402,8 triliun, tumbuh 31,1% dibandingkan tahun 2020. Realisasi anggaran infrastruktur setara dengan 96,5% dari total pagu yang ditetapkan yakni Rp 417,4 trilun. Pencapaian tahun 2021 juga menandai untuk pertama kalinya, pembangunan infrastruktur menghabiskan anggaran di atas Rp 400 triliun.
Salah satu proyek dari anggaran tersebut adalah proyek yang dibiayai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Suku negara untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni proyek Double-Double Track (DDT) Manggarai-Cikarang sebesar Rp5,6 triliun. Proyek ini ditargetkan rampung tahun 2023. Kondisi saat ini pertanggal 28 Mei 2022 masuk tahap uji coba perubahan rute dan transit Kereta Api Commuter Line.
Bagi pengguna setia Commuter Line, hal ini menjadi titik tolak perubahan serius. Proyek infrastruktur ini erat kaitannya dengan produktivitas serta aktivitas jam masuk kerja. Salah satu contohnya di stasiun Manggarai. Kemajuan infrastruktur dan budaya perkeretaapiannya sangat terasa. Hal ini sangat sangat membanggakan dan perlu kita apresiasi.
Sejak pandemi covid-19, banyak perubahan rute dan transit untuk memenuhi tuntutan mengurangi kerapatan penumpang. Perubahan rute dan transit dari Bogor dengan tujuan Tanah Abang (Rute Bogor – Tanah Abang, Kampung Bandan), biasanya bisa langsung ke Tanah Abang, kini dari Bogor hanya melayani rute Bogor – Jakarta Kota.
Tujuan ke stasiun Tanah Abang, harus transit di Stasiun Manggarai. Pindah menuju lantai bawah jalur 5 atau 6 menunggu kereta jurusan Tanah Abang keberangkatan dari Cikarang, Tambun dan Bekasi. Begitupun sebaliknya dari Cikarang, Tambun dan Bekasi tujuan Jakarta Kota harus transit di Manggarai. Pindah lantai naik dan turun tangga ke jalur Jakarta Kota.
Kini jam perkantoran sudah berjalan normal. Suasana perpindahan penumpang di stasiun Manggarai terasa seperti di stasiun Central kota Hongkong. Para penumpang berjejal dan berlalu lalang dengan berbagai macam kesibukannya. Menggunakan escalator setinggi puluhan meter. Pemandangan rutin ini kemungkinan akan terus terlihat di stasiun Manggarai.
Sebagai stasiun transit, ada beberapa poin kekurangsiapan PT KAI sebagai fasilitator di Stasiun Manggarai. Pertama, perlunya peningkatan keamanan, karena kepadatan penumpang biasanya diiringi dengan kesempatan pencopet (aksi pencopetan). Kedua, kurangnya penyediaan fasilitas penunjang untuk penumpang kaum difabel, anak – anak, ibu hamil, penumpang dengan sepeda lipat, atau koper travel yang transit dari Kereta Bandara.
Sebagai gambaran, untuk penumpang tujuan Bogor dari Tanah Abang, penumpang harus turun di Stasiun Manggarai Jalur 6 atau 7 di lantai bawah kemudian naik dua lantai melalui tangga. Begitupun sebaliknya dari Bogor harus turun dua lantai, jika kondisi padat penumpang kita dihadapkan pada pemandangan penumpang yang padat berjalan menyusuri pinggiran peron.
Kondisi ini karena belum maksimalnya pengaturan waktu jam padat penumpang. Kemudian fasilitas penunjang seperti lift yang belum berfungsi, maupun keterbatasan escalator. Bisa dibayangkan saat kaum difabel, anak-anak, ibu hamil, lansia atau penumpang dengan bawaan agak banyak harus berjalan menyusuri peron dan naik turun tangga dengan berdesakan.
Sebagai masukan lainnya, selain jalur khusus berjalan “ubin kuning” bagi tunanetra yang sudah tersedia, kiranya perlu perhatian dan fasilitas khusus bagi kaum difabel lainnya, lansia, dan ibu hamil maupun anak anak yang menjadi prioritas. Seperti escalator yang disediakan khusus, lift khusus untuk mereka, disediakan kursi roda yang siap dipakai di beberapa sudut dan pemandu yang sigap. Selain itu perlu juga ruang kesehatan mengantisipasi kejadian sakit atau pingsan. Sehingga pelayanan optimal tidak hanya fokus melayani pada penumpang yang memang terbiasa dengan rutinitas kerjanya.
Indonesia memang terus berbenah, mulai merangkak dari letihnya pandemi Covid-19. Memulai aktivitas kembali ke rutinitas kerja, bangkit dari keterpurukan berbagai macam sektor baik ekonomi, sosial maupun budaya.
Harapan kita bersama, tentu tidak dengan hanya melayani segilitintir kalangan. Tidak juga dengan kegagapan dan ketidaksiapan penyedia jasa transportasi melayani seluruh komponen usia dengan berbagai macam latar belakang dan kondisinya dari balita sampai lansia. Notabene ada di antara mereka pengguna transportasi publik, terutama kereta api commuter line. Dengan demikian membangun infrastruktur wajib ramah anak, kaum difabel, serta seluruh kalangan
Masyarakat Ibu Kota kini mulai terbiasa menjalani pola serta perubahan kecil mulai dari disiplin waktu, tertib mengantri saat naik turun tangga, naik turun kereta. Mereka tidak lagi saling dorong. Dapat memberikan hak lebih dahulu pada yang memang membutuhkan serta menjaga seluruh fasilitas yang disediakan. Maka semakin maju pula peradaban publik Indonesia. Mari berbenah bersama menuju Ibu Kota Nusantara yang baru di masa mendatang.
Discussion about this post