Selamat jalan buku, dan terima kasih atas semua kebaikanmu.
Engah pesimis pada nafas buku cetak tak akan berlanjut, makin terdengar nyaring. Nasib bumi yang juga makin rusak, jauh lebih penting untuk diselamatkan, daripada buku cetak dan sedulur-sedulurnya macam koran. Mempertahankan buku cetak, artinya menebang pohon, dan menebang pohon saat ini, adalah merusak bumi sejengkal-sejengkal. LSM Greenpeace (internasional) dan Walhi (nasional), serta lembaga lainnya makin giat mengkampanyekan paperless (tanpa kertas) dan gerakan go green (tak termasuk Gojek yang berjaket ijo itu ya). Namun musuh paling nyata, dan pelaksana dari paperless adalah internet!
Pada 2027, saya prediksi, buku sudah tidak dicetak menggunakan kertas –rujukan: https://youtu.be/gto69CefZwM. Buku cetak sedang bermetamorfosis pada intenet atau e-book itu. Pengoleksian buku dalam bentuk digital (e-book), juga makin gencar dilakukan oleh pelbagai perpustakaan, termasuk Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai Lembaga afiliasi pengeluaran ISBN.
Portalnusa.id melaporkan hasil webinar bertema ‘Kolaborasi dan Tindak Lanjut Pemanfaatan Buku Digital, Rabu (25/5/22), yang dilaksanakan oleh Forum TBM bersama Let’s Read The Asia Foundation, yang antara lain pernyataan dari Dr. Adin Bondar, M.Si. (Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca, Perpustakaan Nasional RI), tentang buku-buku digital dari Perpustakaan Digital atau Ipusnas, banyak yang meminatinya. Bahkan banyak yang antri untuk meminjam buku-buku digital. (Rujukan–>: https://portalnusa.id/2022/05/28/buku-digital-facelife-atau-all-new/
Adin juga menyampaikan, buku-buku digital ini adalah era baru untuk memasuki digitalisasi yang sedang digenjot oleh Presiden Joko Widodo. Seiring dengan hal tersebut, moto dari Perpusnas adalah Transformasi Perpustakaan Mewujudkan Ekosistem Digital. Nah loh, lalu harus bagaimana?
Lanjutannya, tunggu bulan depan (Juni 2022).
Discussion about this post