MENGHADAPLAH ke barat di pagi hari jelang sepenggalah, atau sekira pukul 10.00. Tataplah bayanganmu pada tanah, dan jangan berpaling. Tak perlu lama, cukup sekira 5 menit. Selanjutnya, lihatlah ke langit, tapi jangan tengadah terlalu jauh, cukup sekira 135 derajat dari kaki berpijak.
Di langit akan tampak bayangan putih, seperti bayangan hitam yang tadi dilihat pada tanah. Jika percaya pada dunia klenik atau horor, bisa saja kau menyebut bayangan putih di langit itu sebagai ririwa atau jurig, memedi atau mahluk halus lainnya.
Bayangan putih di langit itu bukanlah mahluk halus, tapi gejala alam yang bisa dijelaskan dengan teori optik. Saya bukan ahli teori optik, jadi tak akan menjelaskan hal itu secara rinci, argumentatif, dan meyakinkan. Namun ingin kukatakan, gejala optikal seperti itu, amat melimpah ragam dan dimensinya di jagad raya ini. Bisa jadi hantu yang selama ini disebuat sebagai mahluk halus, ternyata merupakan salah satu kecohan optikal.
Setelah era pandemi virus korona yang mematikan dialami masyarakat dunia, saya tergugah untuk memahami hal-hal yang bersifat horor, klenik, karomah benda-benda, termasuk gejala optik. Nalar saya makin bergumam, jangan-jangan jurig yang selama ini disebut mahluk halus itu, sebenarnya berwujud namun indra manusia tak bisa meresepsinya. Virus mahakecil bernama korona, yang baru terlihat bila sudah diperbesar 26.000 X oleh mikroskop, adalah contoh jurig yang gaib, yang wajib diimani secara tauhid oleh orang yang bertakwa (Quran surat Al-baqarah ayat 2).
Waktu saya kecil, suka ada larangan bermain ke kawasan jariyan, yaitu tempat sampah dibuang. Sebab di sana ada ‘jurig’ yang membahayakan manusia. Maka istilah ‘jurig jariyan’ yang sering disebut oleh para orang tua, bisa dipahami sebagai mahluk halus yang tak dapat di-indra, sejenis kuman, bakteri, virus, dan mikroba lainnya yang gemar hidup di tempat ‘kotor’ dan nihil oksigen. Jika manusia membutuhkan oksigen segar dan bersih, tapi ada mikroba yang justru hidup subur di kawasan nihil oksigen. Mikroba yang ini, bisa menguraikan sumber daya sampah organik, dan hasil penguraiannya dapat berupa gas metana yang mematikan, atau bisa meledak saat gas metana terkurung dalam ruang tertutup rapat. Bila gas metana terhisap, manusia bisa mati.
Mencermati mikroba penghasil gas metana, sangat mungkin di dalam kawah yang sedang bergolak, ada mikroba yang bisa hidup. Ia tahan terhadap suhu panas ribuan derajat celcius. Saat ini, para ilmuan baru bisa melacak dan meyakinkan, cacing vita ternyata bisa hidup dalam air panas mencapai 300 derajat celcius, sedang panas air godokan dalam kompor gas melon, paling tinggi suhunya sekira 100 derajat celcius. Nah cacing vita hidup dalam binanatang sejenis babi, dan bisa bermigrasi ke dalam tubuh sapi, yang bisa membuat sapi jadi gila, termasuk bisa bermigrasi ke dalam tubuh manusia, yang membuat manusia menjadi seperti tenggar-kalongeun (abnormal).
Meledaknya gunung sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februati 2005, adalah karena akumulasi gas metana yang terkubur oleh luapan banjir.
Gas terus bertambah volumenya, sebab sampah organik sangat melimpah, dan mikroba yang tidak butuh oksigen, makin berbiak ketika TPA Leuwigajah terkurung oleh air hujan yang turun sangat deras selepas magrib, (sekira pukul 18.30).
Pada pukul 02.00, atau setelah tujuh jam hujan mengguyur TPA, mikroba yang ada di sana makin membiak dan memproduksi gas metana. Nah gas metana yang tidak bisa keluar karena terkurung oleh air, melakukan desakan yang keras, hingga sampah yang menjelma gunungan, didesak dengan kuat oleh metana, lalu gunungan sampah itu terjebol, melahirkan ledakan seperti dinamit. Jadi, gunung sampah di TPA Leuwigajah meledak oleh ‘jurig’ atau mahluk halus berupa mikroba yang tak dapat dilihat oleh indra-manusia, dan ia hidup membiak justru ketika lingkungannya nihil oksigen.
Tentang mikroba yang nihil oksigen bisa tumbuh subur, saya sadari ketika sering memfermentasi cairan sampah organik, dicampur gula atau molase (tetesan tebu saat dibuat gula putih), lalu dimasukkan ke dalam jerigen, dikasih starter atau ragi, kemudian jerigen itu ditutup rapat. Sim salabim!
Ini yang harus diketahui dan diteliti: Ada mikroba baik, ada mikroba jahat. Bila hasil fermentasi melahirkan harum seperti tape beras (peuyeum ketan), berarti yang berbiak di dalam jerigen tanpa udara itu adalah mikroba baik, yang bahkan bisa diminum manusia, tentu harus dengan dosis yang terukur. Minuman sejenis amer (anggur merah), lahir dari proses fermentasi. Pun sampagne dan minuman ber-alkohol lainnya, lahir berkat fermentasi atau penguraian material organik oleh mikroba mahakecil di ruang minim oksigen. Bila hasil fermentasi dalam jerigen ternyata berbau asam, tidak enak saat dihirup, maka waspadalah, yang berbiak di sana adalah mikroba jahat alias jurig, yang bisa mematikan mahluk hidup termasuk manusia.
Seberapa mungkin fenomena optik bayangan manusia di langit, dan gunungan sampah yang meledak akibat jurig jarian yang nihil oksigen melakukan regenerasi begitu cepat hingga jumlahnya melimpah, menjadi celah-celah logika untuk bisa menelusuri secara nalar, bahwa mahluk halus yang menggambarkan wujud penari, yang menjaga sebuah desa, namun mulai bergeliat saat kawasannya dimasuki oleh mahasiswa KKN, sebenarnya adalah mahluk kategori virus macam corona atau mikroba kecil yang nihil oksigen?
Virus sekecil korona atau mikroba nihil oksigen itu, bila mereka berkumpul dan berkerumun, berbanjar seperti ikan pindang dalam kuali, saya berkeyakinan akan dapat dilihat oleh mata lahir manusia, sepanjang eksistensi virus atau mikroba itu masih kategori zat padat. Bila ternyata korona itu merupakan zat berupa gas, nah ini mungkin akan sulit diindra oleh mata lahir manusia.
Sesekali di langit terlihat ada Pelangi, dan itu adalah gejala alam yang sudah bisa dijelaskan secara ilmiah, sehingga pelangi tidak dianggap tahayul. Namun jika di atas pohon besar sejenis beringin, ada benda yang nampak berkelebat, bergerak-gerak, timbul tenggelam, dan itu terjadi di saat petang jelang magrib, sangat mungkin orang-orang mengira itu adalah hantu. Sesekali bukan hantu, benda berkelebat yang bisa timbul tenggelam, yang muncul di atas pohon besar jelang sore hari itu, adalah sekumpulan mahluk insektisida yang sedang berkerumun, macam nyamuklah. Mungkin mereka sedang mengadakan rapat paripurna, seperti kerumunan di DPR.
Ketahuilah bahwa lebah bisa berkerumun dan bermigrasi secara kolektif kolegial. Jika kawenehan melihat kerumunan lebah, yang bisa membentuk gambaran mahluk tertentu, sangat mungkin orang yang taklid pada klenik, akan menyebutnya sebagai hantu.
Para ahli kimia menyebutkan, banda yang ada di muka bumi ini terdiri dari tiga jenis, yaitu padat, cair, dan gas. Mereka harus menjelaskan dengan meyakinkan, virus sejenis korona adalah mahluk kategori benda padat, atau cair, atau gas. Saya berasumsi, mahluk hidup itu bukan hanya berwujud zat padat, namun bisa saja zat cair, atau gas. Maka air yang kita minum, atau udara yang kita hirup (gas), sebenarnya mahluk hidup, karena unsur-unsur yang membentuknya, sama dengan mahluk hidup seperti manusia.
Jangan-jangan roh manusia adalah benda berupa gas. Sehingga pernah dulu kala, seseorang berusaha ingin menangkap ruh sesaat setelah manusia mati. Jika roh manusia mewujud dalam bentuk gas, maka bisa diterima oleh nalar jika dalam udara yang kita hirup, bersinggungan dengan roh manusia yang sudah mangkat.
Mari kita renungkan, bayi yang hidup dalam kandungan, yang pasti di sana sangat minim oksigen, tapi kenapa bisa tetap hidup? Jika bayi itu sudah lahir, lalu dimasukkan ke dalam rungan yang kedap oksigen, bisakah ia bertahan hidup?
Maka hantu di desa penari, yang terusik karena kedatangan mahasiswa KKN, bisa jadi merupakan mahluk halus berupa virus atau mikroba, yang jumlahnya meruyak, dan menyerang manusia ketika tempat pesarean dan peristirahatannya terusik. Apa yang ditayangkan dalam film, itu bukan hantu, tapi karya seni hasil kemajuan teknologi sinematografi. Toh saat mereka sedang shooting, tak ada tuh hantu-hantunya. Tapi sebagai penonton, kadang kita terhibur karena dibohongi.
Hantu di sana, apakah kejadian nyata atau hanya halusinasi, menjadi tontonan menarik ketika dibesut ke dalam ekranisasi layar lebar, dengan teknik sinematografi yang makin membaik, akibat penemuan peralatan teknologi kamera dan editing video yang makin canggih. Film itu enak dilihat oleh mata lahir, dan dengan didukung promosi online yang makin luas jangkauannya, maka film KKN di Desa Penari, mengalami booming, hingga pada pertengahan Mei 2022 ini, sudah mencapai 4,5 juta penonton. Bisa saja di akhir Mei, film ini melampaui pentonton ‘Dilan 1991’ yang mencapai 6,3 juta penonton.
Katakanlah pentonton film KKN di Desa Penari mencapai 10 juta dalam sebulan tayang di bioskop. Jelas angka ini sangat besar dan fantastis. Namun, ia belum bisa mengalahkan tayangan youtuber tersohor Indonesia, sebut misalnya Deddy Corbuzier, yang dalam satu videonya bisa mengahdirkan viewers lebih dari 15 juta dalam lima hari.
Bangsa kita tampak sedang berkembang, tapi sejujurnya perkembangan bangsa kita termasuk lambat, dan kita tetap saja termasuk negara yang sedang berkembang. Kemajuan yang dicapai, sejatinya hanyalah terdampak dari kemajuan bangsa modern yang menguasai penciptaan berbagai teknologi. Kemajuan kita, akan sulit melampaui bangsa pelopor, apalagi jika hal yang bersifat horor, hanya dipercaya secara tahayul semata. Teknologi modern termasuk piranti di dunia internet yang terus melesat dengan pesat, rasanya akan sulit bisa diciptakan oleh insinyur bermental tahayul. *
Doddi Ahmad Fauji, Wartawan Senior Portalnusa.
Discussion about this post