Oleh : TB. FIRMAN WIRAATMADJA, S.H, CTL.
Gijzeling adalah sebuah istilah dalam hukum Indonesia yang mempunyai arti adalah “disandera” atau “paksa badan” bukan “dipenjara”. Sedangkan Penyanderaan adalah Pengekangan kebebasan untuk sementara waktu dengan menempatkan di tempat tertentu.
Saat ini Gijzeling resmi digunakan oleh Ditjen Pajak untuk menagih pajak terutang. Dasar hukum dilakukannya penyanderaan adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
Sedangkan mengenai tata cara penyanderaan, rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak, dan pemberian ganti rugi dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000.
Secara teknis dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan HAM No .M-02.UM.09.01Tahun 2003, No 294/KMK.03/2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang Disandera di Rumah Tahanan Negara Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Kegiatan penyanderaan atau gijzeling itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu rangkaian dari tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh DitJen Pajak (DJP) agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Selain Gijzeling, kegiatan lain dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak yang menjadi kewenangan DitJen Pajak (DJP) adalah menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, dan menjual barang yang telah disita dari Penanggung Pajak.
Dalam pelaksanaan Gijzeling, Penanggung Pajak dititipkan di rumah tahanan negara dan terpisah dari tahanan lain (sepanjang belum ada tempat khusus). Penyanderaan tersebut hanya dapat dilaksanakan berdasarkan surat perintah penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Gijzeling dilaksanakan untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan, serta dapat diperpajang untuk paling lama 6 (enam) bulan ke depan. Gijzeling hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kuranganya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang meliputi seluruh jenis pajak dan tahun pajak. Jumlah tersebut merupakan syarat kuantitatif dan sekaligus menunjukkan bahwa penyanderaan tidak ditujukan kepada penunggak pajak yang berpenghasilan kecil.
Selain syarat kuantitatif juga ditentukan syarat kualitatif, yaitu diragukan itikad baiknya untuk melunasi utang pajaknya. Hal ini bisa terjadi, misalnya karena Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya sehingga tidak ada atau tidak cukup barang yang disita untuk jaminan pelunasan utang pajak, atau terdapat dugaan kuat bahwa yang bersangkutan hendak melarikan diri.—***—
Biodata :
Nama : TB. FIRMAN WIRAATMADJA, S.H, CTL.Profesi : – Advokat, – Tax Lawyer, – Kuasa Hukum Pengadilan Pajak Bidang Kepabeanan dan Cukai.
Discussion about this post